Hmm, awal baca artikel ini sempet berpikir masa sich, Negara saya
adalah negara paling bahagia sedunia. Tapi setelah baca fakta-fakta yang
dikemukakan oleh Mas Junanto Herdiawan, blogger pemerhati ekonomi, saya
terkagum-kagum. Ternyata negara yang dipenuhi dengan hutang turunan
yang entah digenerasi kapan bisa dilunasi dan ditutupi, bisa menjadi
negara yang paling bahagia. Terlepas dari minusnya negera yang saya
cintai, yang pasti Alloh Yaha Maha Agung, gak akan menciptakan sesuatu
sia-sia,insya alloh ada manfaatnya,amieenn. Silahkan simak artikelnya di
bawah ini.
Negara Paling Bahagia Sedunia
senyum korban banjir / foto dari www.kompas.com
Indonesia adalah negara yang masyarakatnya cukup bahagia di dunia.
Jauh lebih bahagia dari masyarakat Jepang, Rusia, bahkan China. Krisis
ekonomi yang menimpa, indikator ekonomi yang pas-pasan, kemiskinan dan
pengangguran yang tinggi, bencana yang kerap datang, tak membuat
masyarakat Indonesia bersedih dan jauh dari bahagia. Secara umum, survei
ini pernah dimuat di Majalah Time edisi januari 2004 yang menulis
sebuah laporan tentang “Sains Kebahagiaan”. Hal menarik dari tulisan itu
adalah penelitiannya pada berbagai negara untuk melihat apakah
pertumbuhan ekonomi, kekayaan, dan pendidikan yang tinggi, membawa
kebahagiaan bagi penduduknya.
Selama ini, GDP atau Gross Domestic Product selalu dijadikan acuan
tingkat kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara. GDP
dicerminkan oleh komponen Konsumsi, Investasi, Pengeluaran Pemerintah,
Ekspor, dan Impor (C+I+G+X-M). Semua komponen itu dihitung dengan satuan
uang. Dengan demikian, uang diasumsikan dapat membawa pertumbuhan dan
kesejahteraan.
Apakah benar demikian? Survei menunjukkan bahwa negara
dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, ternyata tidak otomatis menjadi
negara yang bahagia. Sebaliknya, negara-negara dengan pertumbuhan
ekonomi pas-pasan atau bahkan ada yang miskin, bukan berarti pula
menjadi negara yang tidak bahagia.
Lantas, apa yang membuat kita bahagia. Riset yang dilakukan para
ilmuwan dari Universitas Pennsylvania mengambil beberapa hal yang
diindikasikan dapat membawa kebahagiaan. Kekayaan sebagai contohnya, dan
segala hal yang bisa dibeli dengan uang. Ternyata, hal itu tidak
membawa bahagia. Semakin tinggi pendapatan seseorang, justru
kebahagiaannya menurun. Sementara itu, mereka yang berpenghasilan
rendah, justru bisa merasakan bahagia. Pendidikan yang tinggi? Tidak
juga. Mereka yang memiliki IQ tinggi bukan jaminan kebahagiaannya juga
tinggi. Masa Muda?
Lagi-lagi bukan. Faktanya, justru banyak orang tua
yang lebih menikmati dan puas akan hidupnya ketimbang yang muda.
Pernikahan? Jawabannya agak rumit. Memang kebanyakan pasangan yang
menikah lebih bahagia daripada yang tidak menikah, namun hal itu
diperdebatkan di hasil survei. Sebagian berpendapat bahwa kebahagiaan
perkawinan sangat tergantung pada bagaimana mereka mengelola dan memulai
sebuah perkawinan.
Survei menunjukkan bahwa ada dua hal utama yang membuat orang
bahagia. Pertama, iman kepada Tuhan atau agama. Apapun agamanya, apabila
orang meyakini agama, umumnya mereka lebih bahagia daripada yang tidak
beragama. Kedua, teman, sahabat, keluarga, istri, anak, atau cucu. Ya,
sebuah studi lanjutan yang dilakukan oleh Universitas Illinois di tahun
2002 menunjukkan bahwa masyarakat yang memililki kebahagian tertinggi
pada umumnya adalah mereka yang memiliki orang-orang dekat. Mereka yang
penyendiri pada umumnya lebih cepat mengalami depresi.
Hasil survei yang dilakukan para ilmuwan di berbagai negara
mendapatkan hasil yang beragam. Negara-negara dengan kekayaan dan
pertumbuhan tinggi, seperti Switzerland misalnya, masuk dalam kategori
negara yang memiliki kebahagiaan tinggi. Namun ada negara yang
pertumbuhannya tinggi dan kekayaan masyarakatnya juga tinggi, justru
tidak bahagia. Jepang adalah salah satu contohnya. Tingkat depresi,
stress, dan bunuh diri jumlahnya tinggi di Jepang.
Sementara itu, ada negara yang masuk kategori berpenghasilan
pas-pas-an, namun memiliki tingkat kebahagiaan yang tinggi. Negara itu
adalah Indonesia dan Filipina. Nah, Indonesia masuk dalam kategori
negara yang memiliki kebahagiaan tinggi, meski kalau melihat dari
indikator ekonominya, kebahagiaan itu memang tak tercermin. Pertumbuhan
ekonomi Indonesia “hanya” berada dalam kisaran 4-6%, cadangan devisa
Indonesia pas-pasan pada sekitar 50 milyar dollar AS (bandingkan dengan
Bill Gates yang seorang diri saja kekayaannya mencapai sekitar 60 milyar
dollar AS), dan utang luar negeri yang masih tinggi. Selain itu,
bencana kerap datang tak henti di negeri ini.
Namun rupanya berbagai hal itu tidak terkait dengan masih bahagianya
bangsa kita. Dalam berbagai kondisi, selalu ada cara yang membuat kita
bahagia. Modal tawakal, kekerabatan yang kuat, serta keyakinan pada Yang
Maha, mungkin bisa menjadi benteng dalam membangun kebahagiaan di
tengah kesulitan saat ini.
Apakah itu semua cukup? Tentu tidak. Lama kelamaan kebahagiaan ini
bisa luntur. Kebahagiaan bukan sesuatu yang mudah diraih dan harus
senantiasa dipertahankan. Raja Bhutan pernah memperkenalkan istilah GDP
of Happiness yang mengukur bukan hanya tingkat pertumbuhan negeri,
tetapi juga tingkat kebahagiaan. Untuk mencapai kebahagiaan, dukungan
kepada rakyat perlu diberikan dalam bentuk perhatian dan fokus pada
pengembangan kekuatan masing-masing elemen bangsa. Keseimbangan antara
alam, spiritual, dan manusia menjadi fokus kebijakan pemerintah. Semata
mendorong pertumbuhan ekonomi, apalagi dengan memberi uang, tidak akan
menjamin tercapainya kebahagiaan. Mungkin hanya mampu meraih kesenangan
sesaat. Dan itu, bukan kebahagiaan.
Bukankan tujuan para pendiri bangsa di manapun adalah mengejar
kebahagiaan? Kalimat terkenal dalam Deklarasi Independen Amerika adalah,
“Life, liberty, and the pursuit of happiness “. Itulah sebuah amanat
untuk meraih kebahagiaan.
Sementara, kalimat terkenal di pembukaan UUD 45 kita adalah, “… Dan
perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat
yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke
depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur”. Ujungnya, merdeka, berdaulat,
adil, dan makmur, adalah cara untuk mencapai kebahagiaan….
Mudah-mudahan kita masuk dalam kelompok orang yang berbahagia.
Junanto Herdiawan, blogger pemerhati ekonomi
(source : http://public.kompasiana.com/2009/02/10/negara-paling-bahagia-sedunia/)
Sumber : http://sepotongroti.comze.com/?p=26